Mitos-Mitos yang Terlanjur Dipercaya Sebagai Fakta

Mitos yang Terlanjur Dipercaya Sebagai Fakta

Sebagian besar dari kita mungkin masih menganggap semaikin tinggi MP kamera maka artinya semakin baik pula kamera itu. Ada juga yang mengatakan bahwa manusia hanya memanfaatkan 10% dari kapasitas otaknya. Banyak sekali mitos yang bertebaran dan begitu melekat di masyarakat yang pada akhirnya dipercaya sebagai fakta oleh sebagian besar dari mereka. Apa saja itu? Simak penjelasannya dibawah ini!

1.Semakin tinggi megapixel, semakin baik kameranya

Semakin tinggi megapixel, semakin baik kameranya
unsplash.com/@rshunev
Apa bedanya kamera 8 MP dengan 5 MP? Sebenarnya tak terlalu beda. Kualitas gambar ditentukan oleh kemampuan sensornya. Semakin besar sensornya, maka biasanya pixelnya juga besar. Pixel yang besar maka semakin banyak cahaya yang diserap. Jadi, sebutan megapixel itu hanya penyerderhanaan untuk jutaan pixel.

Matthew Panzarino, yang merupakan seorang fotografer professional memberi penjelasan mengenai peran dari pixel, "Bayangkan kamu menangkap air hujan dengan ember. Semakin besar ember yang kamu mailiki, semakin mudah pula kamu mendapatkan air hujan."
Ember di sini merupakan perumpamaan dari pixel. Semakin tinggi jumlah ember yang dimiliki, semakin banyak pula air hujan yang bisa dikumpulkan.

2.Manusia hanya memanfaatkan 10% kapasitas otaknya

manusia hanya memanfaatkan 10% kapasitas otaknya
unsplash.com/@jessedo81
Mitos ini menyatakan bahwa manusia baru memanfaatkan 10% kapasitas otaknya, 90% lagi masih belum dimanfaatkan dengan optimal.

Mitos ini kerap juga dibarengi dengan mitos yang berbunyi  seperti “Einstein yang kita kenal adalah seorang yang sangat jenius memanfaatkan otaknya 16%, manusia biasa baru 10%”.
Jika memang otak kita hanya dimanfaatkan 10%, kita tidak akan bisa membaca tulisan ini. Karena yang 90% otak manusia punya fungsi, yaitu pusat kontrol kognitif manusia, seperti kemampuan berpikir dan menggunakan bahasa.

Mitos ini bisa populer karena seakan memberi harapan (palsu) pada pelajar yang nilainya jelek atau tidak sesuai yang mereka harapkan bahwa ada cara untuk mengaktifkan 90% bagian otak lainnya.

3. Lidah punya zona-zona untuk mengecap rasa tertentu

lidah punya zona-zona untuk mengecap rasa tertentu
unsplash.com/@allisonshaw

Materi ini pasti kalian dapatkan ketika belajar Biologi di sekolah.
Dari mana mitos ini lahir? Konsep ini berawal dari sebuah penelitian yang landasannya tidak kuat. Pada 1901, seorang ilmuwan Jerman melalukan penelitian terhadap sensitivitas lidah pada 4 rasa yang umum (manis, asam, asin, pahit).

Diketahui bahwa terdapat perbedaan waktu pada bagian-bagian lidah untuk dapat mendeteksi rasa dari suatu zat makanan. Tapi, perbedaan waktunya sangat tipis sehingga kita tidak menyadari perbedaannya. Hal ini yang kemudian memunculkan suatu pernyataan bahwa perbedaan waktu ini dibilang menjadi perbedaan sensitivitas.
Padahal, walaupun satu bagian pada lidah bisa mendeteksi suatu rasa sedikit lebih cepat, semua bagian pada lidah bisa bisa merasakan semua jenis rasa dengan level intensitas dan sensasi yang sama.

Sebenarnya sangat gampang jika ingin membuktikan peta rasa pada lidah itu keliru. Ya coba aja taruh garam di ujung depan lidah, dan rasakan sensadinya hehe. Coba kamu taruh gula di pangkal lidah, pasti bakal tetap bisa merasakan rasa manis kan?

Berbagai penelitian terkait peta rasa pada lidah yang lahir  sudah lama ini banyak dilakukan. Yang terbaru adalah penelitian pada 2014 yang berhasil
mengungkap bahwa ada 8.000 sensor yang tersebar di lidah dapat merasakan berbagai rasa secara merata, tidak per bagian.

Yang saat ini masih menjadi misteri adalah mengapa konsep yang sudah kadaluwarsa ini masih diajarkan di sekolah. Tidak hanya di Indonesia saja, di kurikulum Amerika sana, materi ini masih masuk jadi bahan ajar.

4. Identitasmu tidak akan terlihat jika browsing di mode Incognito

identitasmu tidak akan terlihat jika browsing di mode incognito
unsplash.com/@damirphoto
Jika kamu browsing  menggunakan mode Incognito di Google Chrome atau Private di Safari, itu artinya browser tidak akan menyimpan history, menyimpan cookies, data situs, mengimport bookmark, atau login otomatis di akunmu.

Secara simple, mode ini hanya menyembunyikan aktivitasmu di komputer selama berselancar di internet. Namun sejumlah informasi penting seperti ISP atau situs yang kamu kunjungi tetap terlihat. Jadi, tetap waspada kapanpun ketika kalian berselancar di dunia maya.

5. Semakin tinggi bar sinyal, semakin kencang internetnya

semakin tinggi bar sinyal, semakin kencang internetnya
unsplash.com/@hostsorter
Tinggi kuatnya sinyal yang ditandai jumlah bar pada layar ponsel tidak menjamin kekuatan sinyal atau internetnya. Bar hanya menunjukkan seberapa dekat ponselmu dengan menara pemancar.
Tapi ada banyak faktor lain yang berdampak terhadap kecepatan internetmu, seperti banyaknya orang yang sedang menggunakan jaringan.

6. Belum 5 menit!

belum 5 menit
pixabay.com/users/kreatikar-8562930

Kalau dalam Bahasa Inggris, disebut “5 Seconds Rule”, bukannya 5 menit. Tidak tau mengapa di Indonesia jadinya 5 menit (mungkin karena orang indonesia jamnya karet, jadi yang harusnya 5 detik malah jadi 5 menit, wkwk). Tidak ada juga orang yang menunggu makanan jatuh hingga 5 menit, lalu memakannya, kan? Biasanya jika makanan jatuh, pada saat itu juga langsung diambil dalam hitungan detik.

Faktanya, walaupun cuma sedikit kontak dengan lantai, bahkan 1 detik saja, bakteri-bakteri di lantai pasti langsung mengkerubuti makanan yang jatuh itu. Penelitian menujukkan, tidak ada perbedaan yang signifikan pada jumlah bakteri pada makanan yang jatuh ke lantai dalam 2 detik dengan jumlah bakteri pada makanan yang jatuh ke lantai yang sama selama 6 detik. Iya, hal sesederhana ini pun tetap ada penelitiannya.

7. Layar dengan resolusi tinggi menandakan smartphone bagus

layar dengan resolusi tinggi menandakan smartphone bagus
pixabay.com/users/clker-free-vector-images-3736/
Beberapa orang ada yang mengatakan resolusi layar pada smartphone tidak begitu penting. Pakar dari Gizmodo menyebut mata manusia tidak bisa membedakan secara detail saat layar beresolusi lebih dari 300 piksel per inchi. Awal tahun 2014, LG meluncurkan smartphone pertama quad-HD, G3, yang memiliki resolusi 2560 x 1440. Itu jauh lebih tinggi dari rata-rata high-end smartphone pada masa itu, yang biasanya mempunyai layar resolusi 1920 x 1080.

Namun sampai saat ini, belum jelas apakah teknologi tersebut benar-benar berdampak signifikan mengingat keterbatasan pada mata manusia. Ketika layar G3 diuji dengan Galaxy S5, nyatanya hampir tidak ada perbedaan yang mencolok dalam hal ketajaman. Itu sebabnya perusahaan seperti Apple cenderung berfokus pada kecerahan, bukan tingginya resolusi layar.

8. Bahan kimia itu berbahaya

bahan kimia itu berbahaya
pixabay.com/users/clker-free-vector-images-3736/
Mitos, ini nampaknya sudah lumayan melekat di pikiran masyarakat. Mitos ini bisa melekat di masyarakat Indonesia, bisa karena 2 faktor, yaitu :

  1. Latar belakang budaya Indonesia yang mengandalkan apa-apa langsung ambil dari alam sebelum mengenal produk pabrikan modern dan
  2. Terkadang harga produk pabrikan modern agak mahal, tidak pas dengan sebagian besar kantong masyarakat Indonesia.
Ini jadi peluang bisnis sendiri bagi para produsen produk “herbal” dan “alamiah”. Selanjutnya, melihat adanya tren di masyarakat Indonesia yang menggemari produk “herbal”, mulailah perusahaan-perusahaan besar meluncurkan produk yang ikut mengaku “herbal”.

Padahal mah image negatif pada “bahan kimia” dan image positif pada “herbal” itu misleading ya.
Faktanya, semua hal yang ada di sekitar kita adalah bahan kimia. Seluruh bagian tubuh kita tersusun dari jutaan molekul dan senyawa kimia. Benda yang kita gunakan sehari-hari, mulai dari baju, buku, alat memasak sampe alat elektronik, juga terbentuk dari bahan kimia.

Bahkan, segala sesuatu yang berasal dari alam, juga bahan kimia. Air, udara, api, hingga sebutir beras yang kita olah menjadi nasi, bahan kimia juga bukan ?

Bahan kimia bisa jadi berbahaya, tidak peduli bahan kimia itu kita langsung dapat dari alam atau sudah melalui proses pabrik (yang mulanya juga berasal dari alam). Suatu bahan kimia dapat menjadi berbahaya atau bermanfaat bergantung pada cara dan dosis pemakaiannya. Selain itu, produk herbal yang mengaku dirinya langsung diperoleh dari alam bisa juga berbahaya, jika tidak melalui proses atau standar kesehatan yang ditetapkan lembaga resmi pemerintah. 


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mitos-Mitos yang Terlanjur Dipercaya Sebagai Fakta"

Post a Comment